Ada dua hal dilematis nan menyebalkan muncul di nalar saya ketika harus mengulas rilisan baru dari suatu band yang mengirimkan lagunya kepada saya. Satu, saya tipe orang yang tiba-tiba moody untuk mengulas ketika membaca kiriman press release dari band yang bersangkutan karena formatnya tidak komprehensif atau cenderung berantakan. Dua, saya tipe orang yang seringkali terlalu baik dan memaafkan sebuah band yang press release-nya berantakan tapi punya materi lagu yang lumayan bagus. Sialnya, itulah yang saya rasakan kembali ketika memutuskan untuk mengulas demo perdana dari unit geekrock/Weezercore asal Jakarta Timur, Pork And Beans.
Merunut dari press release-nya (yang berantakan), Pork And Beans terbentuk di Jakarta Timur pada tahun 2015 silam atas dasar kecintaan mereka terhadap Weezer (tentunya) dan beberapa band yang terinspirasi oleh musik mereka macam Ozma, Tony Molina, bahkan band lokal seperti Zzuf. Dari rentang waktu yang cukup lama sejak terbentuknya mereka enam tahun lalu, mereka malah baru merilis demo perdana mereka yang bertajuk Live Demo (2021) sekitar dua bulan yang lalu via kanal Youtube mereka.
Menurut penjelasan Trisna (vokalis & gitaris Pork And Beans), alasan dibalik lamanya durasi perilisan demo tersebut dikarenakan mereka belum berdamai dengan keinginan musikalitas mereka di era tersebut. “Kalau alasan terbesarnya mungkin karena terlalu ngikutin ego kali ya. Karena awalnya kita beranjak dari mainin cover Weezer. Sempet ada beberapa materi kita buat (waktu itu), tapi kemudian kita ngerasa kurang Weezer banget gitu. Akhirnya engga dilanjutin” ucap Trisna. Trisna pun menambahkan, “baru beberapa bulan belakanganlah akhirnya kita ngendorin ego. Jadi lebih menerima dengan apa yang kita bikin.”
Dari segi penulisan lagu dan parameter genre Weezercore yang saya pahami, Pork And Beans terasa sudah mumpuni dan sangat paham seperti apa seharusnya lagu Weezercore digarap. Seluruh penataan struktur akor dan lagunya sudah dirasa memenuhi kaidah-kaidah Weezer-o-songwriting 101 yang diinisiasi oleh guru besar Rivers Cuomo di tahun 90-an silam dan kini telah disempurnakan oleh profesor Tony Molina. Sepertinya kalau ada mata kuliah penulisan lagu Weezercore di kurikulum Universitas Rock ‘N Roll, Pork And Beans berpotensi mendapatkan nilai akhir A+ di akhir semesternya. They’re that good on THAT part.
Namun yang membuat saya agak terganggu adalah kualitas penggarapan demonya. Apalagi demo ini dirilis untuk konsumsi khalayak ramai. Live Demo (2021) berisi empat lagu dengan nuansa penulisan lagu yang sama namun dari segi sound semuanya masih terasa sangat kasar. Bahkan terlalu kasar untuk ukuran lagu bergenre Weezercore/Molinacore. Ah atau itu bisa jadi itu karena saya yang memang terlalu berekspektasi terhadap Pork And Beans lantaran musik yang mereka mainkan masih tergolong langka di kancah musik lokal dan harus ada band baru yang bisa menjadi pilihan alternatif para penggemar geek rock ketika mereka mulai bosan mendengarkan The Adams atau Zzuf. Jujur, apabila hasil rekaman demo ini bisa digarap dengan lebih “sesuai” tanpa mengurangi esensi raw ala Molinacore, Pork And Beans akan lebih berkesempatan lebih besar untuk menarik perhatian para pendengar musik arus pinggir.
Andai kata setelah ulasan ini terbit dan Pork And Beans menganggap serius tulisan saya perihal kualitas rekaman tadi, hasil yang saya tunggu tentunya adalah rilisan komprehensif dari lagu-lagu yang sama dari demo tersebut dengan hasil akhir rekaman yang lebih “sesuai”. Demi kebaikan mereka sendiri dan juga keberagaman musik di kancah lokal. Namun sekali lagi, tentunya opini saya terasa banal mengingat bahwa rilisan ini masih berstatus demo. But it’s better than never, right? Setidaknya langkah yang telah Pork And Beans ambil untuk merilis demo ini secara publik merupakan sesuatu yang tepat. Buktinya saya menjadi yakin bahwa Pork And Beans adalah jawaban dari pertanyaan enigmatis soal regenerasi di scene musik arus pinggir semi-bawah. Kalau ada yang bertanya kepada saya tentang siapa yang kelak akan menggantikan sosok The Adams atau Zzuf ketika jari jemari mereka terlalu kaku untuk bermain solo gitar birama oktaf di masa tua mereka, kemungkinan besar saya akan menyebutkan Pork And Beans sebagai jawabannya. Setidaknya untuk sekarang, sebelum akhirnya saya bisa menemukan band lainnya yang sejenis.
Namun sepertinya secuil harapan soal lagu baru dengan kualitas yang lebih mumpuni dari Pork And Beans akan segera terjadi. “Sebenernya kita memang lagi bikin materi buat album dan tiga lagu demo yang udah kita rilis itu bakal ada di album nantinya”, ucap Trisna. Tentunya ini membuat saya kembali berekspektasi dan itu menyebalkan. Saya harap Pork And Beans akan segera menyelesaikan proses rekamannya dan merilis lagu-lagunya dengan kualitas yang lebih baik. Karena dengan kemampuan penulisan lagu seperti yang mereka tampilkan di demo-nya, Pork And Beans sudah punya modal yang paling penting dari esensi bermain musik: the power of songwriting.
PS: Saya pun berharap Pork And Beans akan memperbaiki penulisan press release mereka ke depannya.
Extra PS: Pandu Fuzztoni’s actually approved Pork And Beans.
1 Comment
Mantap.. yg penting ttp langsam, jaga eksistensi & komunikasi yg baik dalam band..
salam kompak dari morcas, band grunge dari jakarta