Akhirnya, band post hardcore Malang, Mika merilis album debutnya For Every Bump On The Road, For Every Storm In The Sky di seluruh digital streaming platform dan sudah bisa didengarkan lewa platform streaming musik kesayangan kamu.
Band yang hadir sejak 2014 ini dalam For Every Bump On The Road, For Every Storm In The Sky menggabungkan post-rock, melodi khas math-rock dan pattern drum ala melodic hardcore modern (fans Counterparts dan Being as an Ocean mungkin paham).
MIKA menyerahkan pelabelan kembali kepada pendengar, dan memilih status post-hardcore yang fleksibel.
Dalam album dengan 8 lagu ini, MIKA yang terdiri dari Rizky Ananda Arif (vokal), Monica Yurike (vokal 2), Ramadhan Kautsar (gitar), Ari Dwi Rizky (bass), Syith “Boim” Ibrahim Idris (gitar) dan Bogi Prananda Satyagama (drum), akan membawa para pendengar menuju sebuah buku harian kolektif yang menceritakan kisah – kisah personal mereka.
Kita tidak hanya menemukan tema yang meliputi cinta romantik namun juga hubungan pertemanan dan hubungan keluarga.
Review Mika – For Every Bump On The Road, For Every Storm In The Sky
Pengalaman emosional ini dimulai dari track 1 berjudul Embrace, lagu yang menceritakan tentang hubungan ayah dan anak.
Saat anak tersebut sudah dewasa dan sedang melewati fase fase berat dan terpuruk, dia merindukan ayahnya yang telah berpulang.
Dan setiap malam selalu mengingat kenangan yang dia miliki bersama ayahnya saat kecil.
Line “I WISH YOUR STONG HAND EMBRACE THROUGH MY SLEEP” mengisyaratkan renjana yang kuat akan pertemuan dengan ayahnya walau hanya dalam mimpi.
Intro yang diisi dengan solo post rock dan vocal Nanda yang dimix ala audio telepon memberikan aksen komunikasi jarak jauh yang mengisyaratkan jarak.
Dinamika loud soft juga memberikan lagu ini lebih cocok didengarkan saat beraktifitas mental seperti mengetik atau merenung karena aura pasrah dan sedikit kesedihan mendalam karena kehilangan seseorang yang disayangi.
Tempo album ini mulai naik memasuki track ke-2, masih menceritakan hubungan ayah dan anak, Losing Fight masih memiliki korelasi dengan “Embrace”, tetapi dari POV sang ayah.
Lagu ini menceritakan tentang saat saat akhir hayat sang ayah, ketika sudah divonis kanker stadium 4 dan tidak memiliki waktu yang banyak.
Menceritakan tentang bagaimana rasa cinta sang ayah kepada anak yang tidak bisa digambarkan dan penyesalan bahwa dia tidak akan bisa melihat anaknya tumbuh dewasa, menikah dan memiliki buah hati.
Ketika mendengarkan lagu ini bisa kita bayangkan bahwa kita sedang membaca surat atau message audio terakhir dari sang ayah berbicara kepada kita tentang bagaimana beliau menyayangi kita.
Aksen saxophone yang diberikan sepanjang lagu menggantikan solo gitar sungguh unik dan memberikan nuansa lembut sekaligus solid bagi lagu ini bagaikan kasih sayang bapak.
Masuk ke track ke-3 yaitu For What It’s Worth, kita disuguhi tempo yang sedikit upbeat dengan nuansa bittersweet daripada depresif, lagu bercerita tentang optimisme dalam menjalani hidup.
Meskipun jalan yang dilalui terjal dan berat. Kita harus mengupayakan segala hal yang kita mampu.
Karena duduk terdiam meratapi nasib dan keadaan tidak akan mengubah apapun, karena pada setiap kesempatan yang tidak kita coba, hanya akan menjadi penyesalan di kemudian hari.
Gabungan vokal Monica Yurike dan scream Nanda di bagian bridge dan pre chorus memberi sensasi bisikan sejuk di antara kegalauan dan kegamangan yang digambarkan lagu ini sebelum akhirnya menuju sikap optimisme dalam menjalani kehidupan.
Bahkan tanpa overdrive, lagu ini masih memberikan power dengan lead lead melodinya.
Masuk track ke-4, Revival, MIKA masih mencoba menyampaikan semangat hidup dalam menghadapi naik turunnya kehidupan.
Kita semua pasti punya titik ketika kita merasa akan menyerah, maka sebaiknya cobalah untuk bersabar, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dikemudian hari, apakah menjadi lebih baik atau lebih buruk.
Tetapi jika saat hari buruk itu tiba dan kita memilih untuk menyudahi apa yang kita lakukan, maka kemungkinan datangnya hari baik malah sirna.
Revival adalah lagu pertolongan pertama dalam keadaan suicidal tendencies , karena hidup lebih baik daripada mati sia-sia apalagi di tangan kita sendiri.
Lagu ini sedikit powerful dengan adanya overdrive guitar dan apalagi outro yang merupakan afirmasi don’t end it//don’t rush to go” memberikan sinyal keras bahwa jangan tergesa-gesa memutuskan mengakhiri sesuatu dan jangan terburu-buru meninggalkan hidup.
Ditambah lagi duo vokal Monica Yurike dan Nanda Arif seakan meraih kita dari kubangan gelap bernama keputusasaan.
Berlanjut ke track ke-5, kita kembali ke suasana hubungan ayah dan anak. Stay For The Night menceritakan ketika sang ayah berpulang, namun sang anak sedang di luar kota ketika mendapat kabar sang ayah telah tiada.
Dia bergegas pulang ke rumah namun saat tiba di rumah, ayahnya telah terlanjur dimakamkan.
Penyesalan menghinggapi diri sang anak yang tidak dapat menemani ayahnya hingga liang lahat, sang anak menyadari ayahnya tidak bisa hidup lagi bagaimanapun ia berdoa, dan hanya berharap diberikan kesempatan semalam lagi untuk bisa menemani ayahnya ke tempat peristirahatan terakhir.
Sebuah backstory yang membuat sesak siapapun yang membacanya apalagi pernah mengalaminya.
Dimulai dengan tempo kencang dengan gitar melodi yang terus mengalun hingga ke breakdown di bagian bridge, memberikan aksen dinamika loud-soft yang tepat seperti campur aduknya perasaan ketika perjalanan menuju pulang dengan kabar sebegitu sesaknya.
Nuansa bittersweet pada musik dan suasana pasrah yang nampaki pada outro “stay for the night//before you go//stay a little longer sampai but please just not tonight yang diulang-ulang membuat lagu ini memiliki impact keras apalagi didengarkan sendirian.
Trio vokal Nanda Arif, Monica Yurike dan Boim memberi kesan menguatkan bahwa kita tidak sendirian dalam perasaan duka.
Memasuki track ke-6, kita kembali ke tema petuah hidup dan pengalaman asam garam kehidupan, track keenam ini adalah juga judul album ini For Every Bump On The Road, For Every Storm In The Sky.
Lagu ini bercerita tentang optimisme dalam menjalani hidup. Belajar tidak membandingkan hidup dengan orang lain dan belajar untuk tidak memandang rendah diri sendiri.
Daripada menunggu banyak hal, mulailah lakukan sesuatu dengan apa yang kita miliki. Jadikan masa lalu pelajaran untuk menjadi lebih baik.
Tempo yang upbeat memberikan dorongan untuk memacu kita beranjak dari keterpurukan. Vokal scream Nanda disini tidak sebanyak sebelumnya karena dipadu dengan back vocal dari Monica Yurike, Boim dan Rama.
Menuju masuk ke-7 yaitu Acceptance, kita disuguhi intro spoken word dari Nanda Arif kemudian disambung vocal group semua personil dan scream Nanda.
Dibalut aransemen yang bittersweet yang cenderung menampakkan solo guitar dan kocokan overdrive untuk membawa lagu menuju reff, sebelum reff pun kita masih disuguhi spoken word Nanda Arif.
Dan di paruh kedua, apalagi outro, kita diberi suguhan aksen piano dan vokal Monica Yurike yang mengayomi.
Lagu Acceptance seperti namanya yang berarti penerimaan bercerita tentang keikhlasan, bahwa hal hal yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi.
Sekeras apapun usaha kita, terkadang hidup ini tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
Nuansa bittersweet memang cocok untuk mengawal lagu apapun yang bertema kepasrahan
Masuk track ke-8 dan terakhir, Glance menceritakan tentang kehidupan sosial dan orang-orang yang silih berganti mengisi kehidupan kita, semakin bertambahnya usia, lingkar pertemanan akan semakin sempit.
Tidak ada yang salah mempunyai sedikit teman, karena sesungguhnya kita memiliki tujuan masing masing.
Maka, selagi masih bersama, mari kita nikmati momen kebersamaan, karena suatu saat kita pasti akan pergi menuju tujuan masing masing.
Bisa dibilang lagu Glance adalah yang paling terasa mewah di antara semuanya, apalagi dengan intro diberi aksen string section dan twinkle.
Apalagi reff berupa scream Nanda yang disahuti back vocal Rama pada part “don’t you try to quit” “just lean on me” kemudian “just lay for a while”.
Disini Monica Yurike mendapat part panjang pada “people come and go” sampai “whatever’s left will always be grace”.
Akhirnya lagu ini diakhiri indah dengan part “take your time and start it slow” yang dinyanyikan bebarengan oleh vokal scream, back vocal wanita dan pria serta ditutup solo melodi gitar dan aksen piano.
What a way to end an album.
Overall aransemen MIKA yang bergaya loud-soft dynamic lah yang mendapatkan spotlight di album ini.
For Every Bump on The Road, For Every Storm In The Sky menerapkan konsep progresi keras menuju pelan atau pelan menuju keras dalam tiap lagunya.
Sebuah dinamika yang sering diterapkan di band-band emo/post-hardcore era 90an akhir, awal 2000an dan terutama 2010an.
Keputusan untuk membagi departemen vokal membuat band ini mempunyai spektrum suara yang luas dan tidak monoton.
Namun untuk scream, mungkin akan lebih organik jika suara inhale sebelum scream juga dicantumkan, terkadang mixing terlalu clean mengambil sisi rustic yang ada dalam lagu post-hardcore.
(Ditulis oleh Akhmad Alfan Rahadi)