Taman kota sejatinya adalah salah satu elemen penting dari suatu kota. Menjadi tempat untuk sekedar melepas penat kehidupan dengan jadi lokasi rekreasi akhir pekan, tempat olahraga ringan seperti jalan santai ataupun jogging, bahkan bisa menjadi daerah resapan air untuk mencegah banjir. Hal-hal yang perawatan dan pengembangannya dalam beberapa tahun terakhir terkesan luput dari perhatian menurut pandangan saya terjadi di kota Palembang.
Janji-janji revitalisasi pun tinggallah sekedar janji. Masih terpampang nyata di hadapan kita semua nasib Pasar Cinde dengan janji revitalisasi bahkan modernisasi yang berakhir sengketa dan kini musnah menjadi puing. Palembang harus kehilangan pasar yang secara de facto dan de jure sudah menjadi salah satu bangunan cagar budaya beberapa tahun silam, yang mana seharusnya dilestarikan bukan malah dihancurkan. Saya yakin akan ada yang menanggung karma balasan hancurnya Pasar Cinde dan nasib para pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan di sana. Tunggu saja.
Doa sederhana saya: Semoga nasib serupa tidak menjadi masa depan dari taman-taman kota di Palembang. Awal bulan Mei ini pun rekan-rekan di Palembang berhasil merebut kembali taman kota untuk dipakai bersenang-senang bertepatan juga dalam agenda May Day – Punk in the Park.
Hari itu, wilayah taman Kambang Iwak Family Park (KIF Park) yang cukup luas menjadi tempat untuk tumplek blek berbagai elemen masyarakat dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang berolahraga jalan santai mengelilingi lingkar luar KIF Park, ada yang latihan bela diri di pelataran tengah, ada anak-anak kecil yang bermain bersama dan tercuri perhatiannya untuk melihat apa yang terjadi di bagian tengah taman kota.
Flux, Sumar, Critical Issues, dan Antanan berbagi waktu bersenang-senang di May Day – Punk in the Park hari itu. Tanpa panggung. Semua berada di permukaan yang sama. Digarap kolektif dengan peralatan bersama. Tanpa komersialisasi tiket. Malah ada poster gratis yang dibagikan di tempat. Semua terlihat bahagia di hari itu dengan hal-hal sederhana yang dilakukan di taman kota.
“Ke mana saja, sayang! Ke mana saja di luar dunia ini. Teruslah pastikan imajinasi tak mati. Mati terlupakan atau dikenang selamanya karena menyerah.” begitulah kalimat yang tertera di poster yang dibagi gratis di taman kota pada peringatan May Day hari itu. Imajinasi menjadi kata kunci sekaligus senjata yang harus tetap dirawat hingga utopia itu menjadi nyata.
Ini bukan kali pertama taman kota Palembang direbut dan dimanfaatkan bersama seperti ini. Sudah dari beberapa tahun lalu agenda merebut taman kota ini terealisasi. Dan semoga bisa terus terjadi di masa mendatang. Cukup Pasar Cinde yang hancur lebur, taman kota jangan.
Dokumentasi foto: Save Pasar Cinde, Spektakel Klab, dan Dewi Andriani.
Suka artikel ini? Kirimkan Gopay-mu untuk penulis!