Hari yang menyenangkan ketika mendengar kabar dari manager band kami (Crushing Grief), Richard Miguels, salah satu pegiat local scene di Kota Manado, ketika ia mengiyakan ajakan saya untuk mengundang Pee Wee Gaskins di acara “Knurd Fest On The Road” yang rencananya kami laksanakan di bulan September di Manado. Tetapi sangat disayangkan event tersebut batal kami berdua “eksekusi” dikarenakan ada beberapa kendala yang mengharuskan kami untuk menunda acara ini.
Pee Wee Gaskins, band pop punk yang berasal dari Jakarta ini memang sudah sekian lama saya dan teman-teman nantikan kehadirannya di Manado. Hampir menjadi kenyataan ketika di bulan yang sama, salah satu event besar mempublikasikan band-band Ibukota akan tampil di event tersebut termasuk Pee Wee Gaskins di dalamnya. Sialnya event tersebut juga batal dilaksanakan di bulan Oktober dan untuk kesekian kalinya, Pee Wee Gaskins kembali batal menghibur Dorks yang sudah sejak lama menunggu kedatangan mereka di Kota yang terkenal akan minuman kerasnya, Cap Tikus.
Berbicara mengenai Dorks, sebutan itu telah melekat kepada penggemar Pee Wee Gaskins dari tahun 2007/2008 hingga saat ini. Setahun setelah Pee Wee Gaskins lahir, mini album “Stories From Our High School Years” akhirnya mulai dikenal hingga di Kota tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, Kota Tomohon yang berada di Sulawesi Utara. Saat itu saya masih bocah ingusan yang berusia 9 tahun dan masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya ingat betul bagaimana kakak saya yang saat itu sudah kelas 2 SMA memperkenalkan secara tidak langsung band pop punk asal Jakarta ini. Mengapa secara tidak langsung? karena pada saat itu, dengan keterbatasan pengetahuan saya tentang musik, saya hanya bisa mengonsumsi musik yang ia putar dari laptop milik almarhum Ayah saya. Mungkin dia pikir, mana mungkin bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar bisa menerima musik pop punk disaat anak-anak seumuran saya pada saat siang bolong masih berkeliaran bermain kelereng dan layangan?! haha.
Ada kejadian lucu yang hingga sekarang ini masih membekas di benak saya, ketika saat itu saya pernah bermimpi bahwa seluruh personil Pee Wee Gaskins lewat dengan mobil di depan rumah yang saya tempati hingga sekarang ini. Saya terbangun dengan wajah yang excited sembari menangis dan dengan polosnya meminta kepada Ibu saya untuk mengantarkan saya bertemu seluruh personil Pee Wee Gaskins di Tomohon haha. Sepertinya saat itu, saya terhipnotis oleh suguhan ketukan kencang dari Aldy Kumis dan sentuhan Synthesizer ala Reza Omo yang memang saat itu terasa “baru” ditelinga bocah kelas 5 SD. Di usia saya yang masih belum genap 10 tahun, hampir setiap hari saya disuguhkan lagu-lagu dari mini album perdana Pee Wee Gaskins. Dari “You Throw The Party, We Get The Girls” hingga “Berdiri Terinjak” menjadi makanan sehari-hari sebelum saya beranjak ke tempat tidur. Seiring berjalannya waktu, saya mulai mencari tahu sendiri band pop punk asal Jakarta ini dan band-band yang sedang naik di era Crooz Cloth itu melalui warung internet dekat rumah saya.
11 tahun kemudian, seminggu sebelum festival musik Soundrenaline dilaksanakan, saya tertarik dengan line-up mereka dan berpikir “apa salahnya mencoba solo trip ke Bali?”. Saya pun memberanikan diri pergi sendiri ke salah satu festival musik yang diklaim terbesar di Asia Tenggara tersebut. Benar saja, solo trip ini tak sia-sia ketika untuk pertama kalinya, saya menonton band yang menemani saya dari tahun 2008 hingga sampai saat ini.
Oktober 2022, saya sangat senang saat band saya (Crushing Grief) diundang untuk bermain di Boboca Fest 2022 di Manado. Perasaan senang itu muncul menjadi “sangat” ketika mendengar kabar bahwa Pee Wee Gaskins juga akan bermain di festival tersbut. Namun sayang, festival yang digadang-gadang menjadi festival musik terbesar di Kota Manado tersebut batal dilaksanakan. Saya yang sempat kecewa saat mendengar kabar akan ditundanya Boboca Fest, membuat saya ingin sekali mengundang band pop punk yang terbentuk dari tahun 2007 itu, atau paling tidak, salah satu personil Pee Wee Gaskins ke Manado. Dan akhirnya kesempatan itu pun tiba ketika saya di hubungi kembali oleh Richard untuk mengundang Dochi Sadega, bassist dari Pee Wee Gaskins yang juga empunya Knurd Club untuk bermain DJ Set di salah satu event yang kerap disapa ‘Icad’ ini buat, Northwave Extended yang berlokasi di La Dispar Kawasan Megamas, Manado.
Sabtu 22 Oktober 2022, saya, band manager saya, dan beberapa personil Crushing Grief menjemput Dochi di Bandara Sam Ratulangi Manado. Jujur, ketika Dochi pertama kali semobil dengan saya, saya sempat merasa sungkan untuk berbicara banyak dengannya karena saya takut, imajinasi saya tentang idola saya ini hancur ketika sosok yang menginspirasi saya sejak saya kecil ini, tidak sesuai dengan apa yang ada di pikiran saya. Namun, saat dia membuka topik pembicaraan dan dia banyak bercerita tanpa pandang umur, saat itu juga saya langsung berpikir kalau saya tidak salah mengidolakan bassist Pee Wee Gaskins itu.
Northwave Extended dilaksanakan dan dimeriahkan oleh beberapa band lokal seperti Los Pharos, Stonefire, Post Humous, The Badunk, dan band saya sendiri, Crushing Grief.
Di acara ini, salah satu impian masa kecil saya untuk sepanggung dan bermain dengan pentolan band Pee Wee Gaskins ini menjadi kenyataan, saat Dochi mengiyakan ajakan saya untuk bermain bass disalah satu lagu Pee Wee Gaskins yang akan Crushing Grief cover, Lonely Boys Lonely Girls.
Akhirnya Northwave Extended berhasil memenuhi kerinduan orang-orang yang sudah sejak lama menunggu kehadiran salah satu personil Pee Wee Gaskins ini di Kota Manado. Northwave Extended pun ditutup dengan meriah oleh penampilan DJ Set oleh Dochi Sadega.
Keesokan harinya, sebelum Dochi tampil dengan set akustik di Curated Coffee Tomohon, saya pikir tidak pas rasanya jika tidak mengajaknya jalan-jalan ke tempat wisata yang ada disini. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu 45 menit dari Kota Manado, akhirnya kami tiba di Danau Linow yang berlokasi di Kota Tomohon untuk minum kopi dan makan pisang goroho beserta sambal terasi khas Minahasa sembari menikmati udara dingin di Kota sejuk itu. Berselang 2 jam, kami bergegas ke Kota Tondano yang menjadi destinasi terakhir kami untuk menikmati makan malam lobster dan ikan mujair ditengah Danau Tondano, dengan menaiki kapal dan makan bersama di atas rakit yang disediakan langsung oleh teman saya, Geri dan Elan (Lodey Fisherman).
Pukul 18.30 kami kembali ke Kota Tomohon dan menonton band-band yang sedang tampil di Curated Coffee Tomohon. Sebelum Dochi tampil, saya diminta olehnya untuk featuring di lagu ”Lonely Boys, Lonely Girls” dan tidak pikir panjang, saya langsung mengiyakan ajakan itu. Kapan lagi featuring plus diiringi langsung oleh idola? Hehe
Lagu-lagu di album project solonya “Analogi Logika” dan beberapa tembang nostalgia seperti Berdiri Terinjak, Dibalik Hari Esok, Everyday And Everynight, dan lagu-lagu lainnya yang memang sudah sejak lama hanya kami dengarkan melalui internet, malam itupun dibawakan oleh nya. Dochi Sadega sukses membawa kami kembali berwisata ke masa lalu.
Malam itupun ditutup dengan lagu terbaru Pee Wee Gaskins, Vaya Con Dios yang dibawakan secara akustik oleh Dochi sendiri. Band-band lokal seperti 3points, NVM, Dammit, Crushing Grief, dan Spesialis Tendangan Bebas turut andil dalam memeriahkan event acoustic set di Kota yang berlokasi di bawah kaki Gunung Lokon itu.
Sampai saat saya menulis artikel ini, saya masih belum bisa move on dari kejadian minggu lalu yang sangat berarti dan sangat menyenangkan itu. Ada satu kutipan yang dalam beberapa tahun ini selalu saya yakini, yaitu “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”. A childhood wishes do come true.
Dorks never say die.