Subscribe to Updates
Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.
Author: Indra Menus
Pernah notice ga kalau setelah pandemi makin banyak band Indonesia yang tour ke kota atau pulau lain? Entah itu promo rilisan atau pas lagi dapat undangan maen di festival gede (yang nutup produksian) terus lanjut tour gig skala kecil ke kota lain. Gak hanya tour ke kota atu pulau lain, kini makin banyak band yang tour keluar Indonesia. Entah itu masih di seputaran Asia, biasanya Asia tenggara (Malaysia, Singapura, kadang Thailand) atau sampai Jepang. Tidak sedikit juga yang tour sampai ke benua Australia, Eropa dan Amerika. Entah dengan sponsor maupun mandiri. Khusus tulisan kali ini sih saya mau bahas tour…
Akhirnya diberi kesempatan untuk tour kembali ke Eropa setelah tahun 2017 bareng Jogja Noise Bombing dan terakhir 2019 lalu bareng Joe Million. Kali ini saya sendirian kesana. Awalnya dari obrolan dengan Miao Zhao, salah satu member Gamut Kolektif berbasis di Zurich (Swiss) yang mengundang saya untuk ikut bergabung di event Gamut Labyrinth. Ditarik jauh sebelumnya, Miao mempunya projek duo bersama Tizia, MM+TT, yang albumnya We Cry dirilis format CD & kaset via label saya, Noise Bombing. Sebelumnya lagi, dua project musik dari Swiss, Noijzu & Still Und Dunkel, juga saya bantu untuk tour di Indonesia. Jadi ini semacam gantian tour…
Kemaren baru bahas album Redeem – A Diadem Of Beauty nih. Kalo kamu dengerin lagunya Redeem yang Tearing At The Walls Of His Temple, mereka ada backing vokal dari Jesse L. Keenan. Nah si Jesse ini ternyata juga punya band Christiancore namanya Pink Daffodils yang aktif dari 1995 sampai 1999. Band asal Pennsylvania ini digawangi oleh Jesse L. Keenan (bass dan gitar) dan vokalis Sarah Klein sebagai penghuni tetap dengan beberapa member yang keluar masuk, diantaranya Vince Radcliffe (drums), gitaris Greg dan Carlos serta Seth Werkheiser (bass). Sayangnya mereka hanya sempat merilis sebuah EP berjudul Listless yang juga dirilis via…
Dua puluh empat tahun lalu, Redeem merilis album A Diadem Of Beauty via Sofa Records. Album ini menjadi sebuah kelanjutan dari benchmark Christiancore di US setelah munculnya album ketiga ZAO – Where Blood and Fire Bring Rest yang rilis setahun sebelumnya. Redeem yang berasal dari Tuckerton, New Jersey ini adalah band bertema Kristen yang penuh energi dan semangat. Arthur Hunt (gitar), Luke Washack (gitar), Keith Lenox (vokal), Joshua Godbolt (drums), dan Dominic Rinaldo (bass) tidak malu menyandang label ke-Kristen-an mereka dan menunjukannya ke dalam karya. Area New Jersey sendiri pada era itu memang dipenuhi band – band bernafaskan Christianity. Redeem…
Bulan ini 23 tahun yang lalu Underoath merilis album keduanya, Cries Of The Past. Tidak seperti Underoath yang sekarang dikenal sebagai so-called MTV screamo (jiiaaah), album ini adalah sebuah master piece untuk skena Christian hardcore pada masa-nya. Ya, di album ini musically mereka memainkan campuran black metal, death metal dan hardcore, bayangin Craddle of Filth (lengkap dengan part keyboard) ketemu Hatebreed era Perfection is The Death of Desire tapi liriknya berbicara tentang keimanan. Ohya, pada masa itu hardcore dan black metal dari sudut pandang mereka masing-masing adalah dua bentuk musik dan gaya hidup yang sangat bertentangan satu sama lain. Di…
Keterbatasan dalam mengakses minuman ber-alkohol serta kenaikan harga membuat para penikmatnya memutar otak untuk mencari alternatif yang lebih terjangkau. Tidak mau terjebak dalam memilih minuman keras oplosan munculah minuman pengganti yang relatif lebih aman dikonsumsi, fermentasi buah. Jogjakarta sebagai kota pelajar dimana banyak terdapat pelajar dan mahasiwa lengkap dengan dinamika hiburan tentu-nya tidak ketinggalan dalam hal fermentasi buah. Tercatat beberapa nama merk fermentasi buah semacam Pondoh dan Obat Sablon sempat berseliweran menjajakan dagangan via sosial media dan jejaring bawah tanah anak muda. Di arena gigs bawah tanah pun fermentasi buah menjadi pilihan yang tepat ketika ingin menikmati sajian penghangat tubuh…
Blast From The Past: Gauge Means Nothing – The Absent Trail Of An Echo and My Future Plagued By Surrender (EP, 2003, Endless/Nameless Records)
Jepang mempunyai banyak band yang berkarakteristik kuat, walaupun basic musik yang mereka mainkan berasal dari barat, tetapi mereka mampu membuat ciri khas yang kemudian melekat di jenis musik yang mereka mainkan. Salah satunya adalah European Screamo yang berkelindan dengan megahnya Post Rock, yang berhasil dimodifikasi oleh band – band Jepang ini. Berasal dari Tokyo, Gauge Means Nothing (G.M.N) adalah salah satu band yang berada di garda terdepan Japanese Screamo, selain tentu saja Envy yang lebih populer. The Absent Trail Of An Echo and My Future Plagued By Surrender adalah mini album yang paling signifikan dari band yang dibentuk sejak Mei…
Melihat perkembangan gigs mandiri di Jogja selama ini, ada perubahan yang cukup signifikan di setiap era-nya. Kalo kamu tertarik mengetahuinya, yuk mari kita simak perkembangan gigs mandiri di Jogjakarta. Tahun 90an sampai awal 2000an seringnya gigs mandiri (saat itu dikenal sebagai gigs underground) dibikin di venue skala menengah dengan kapasitas 500 – 1000 orang. Beberapa tempat itu diantaranya auditorium kampus (Universitas Wangsa Manggala/UNWAMA, Sanata Dharma, Atma Jaya), sekolahan (Sekolah Menengah Seni Rupa/SMSR, STM Jetis), balai kelurahan maupun gelanggang olah raga (G.O.R Kridosono). Organiser gig di era ini biasanya berwujud komunitas tongkrongan yang membuat gig komunal dengan patungan antara panitia dan…