Jujur, dari sekian banyak band melodic hardcore/punk Jepang yang saya kerap lahap demi menambah referensi permusikan, sepertinya hanya Hi-Standard yang masih saya bisa dengarkan dengan khidmat sampai sekarang. Entah hanya saya saja atau ada orang lain di luar sana yang merasakan sensasi musik pop yang nikmat maksimal di dalam hingar bingarnya musik punk rock ala Hi-Standard. Karena kalau disimak lebih seksama, sebetulnya komposisi musik punk rock ala Hi-Standard tidak serumit band-band melodic punk Jepang yang dipuja-puji oleh banyak orang berkat kerumitan struktur lagi dan akor-akor gitarnya yang bikin jari keriting. Ah, begini deh, saya akan paparkan dua alasan kenapa Hi-Standard “berbeda” dengan band-band “melodic punk” Jepang lainnya.
Hi-Standard bermain lebih “sederhana”
Coba kamu dengarkan lebih detail lagu-lagu Hi-Standard deh. Lagu-lagu mereka sebetulnya mempunyai susunan bagan lagu yang tidak rumit dan minim (malah nihil) pilihan akor yang super-teknis seperti band-band melodic punk Jepang lainnya (yang ironisnya konon terinspirasi oleh musik Hi-Standard). Dari lagu-lagu macam “Growing Up”, “New Life”, bahkan sampai “Close To Me”, Hi-Standard bak menulis lagu-lagu tersebut dengan fondasi musik pop sebagai awalnya. Mulai dari segi pemilihan kunci dasar lagunya yang beralur normal sampai dengan nada vokal yang harmonis dan mudah dinyanyikan.
Sekarang bandingkan musik Hi-Standard dengan musik-musik dari Dustbox, Totalfat, atau bahkan Ellegarden. Tentu musik dari band-band tersebut jauh lebih kompleks dibandingkan dengan apa yang Hi-Standard mainkan. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya musik Hi-Standard lebih potensial untuk bisa diterima oleh kuping khalayak pendengar musik lebih populis.
Hi-Standard bernyanyi lebih “baik”
Bukan rahasia kalau kebanyakan lidah orang Jepang kurang fasih untuk berbicara bahasa Inggris. Hal tersebut pun menjadi “pemakluman” bagi para musisi Jepang yang menggunakan lirik bahasa Inggris pada karya musiknya. Tapi ada beberapa band Jepang yang cukup mumpuni untuk menyanyikan sekaligus menggubah lirik lagunya dalam bahasa Inggris dan malah memberikan identitas unik tersendiri bagi grup musiknya sendiri. Salah satu dari beberapa band tersebut adalah Hi-Standard.
Meski kalau didengarkan selintas, vokal Akihiro Namba & Ken Yokoyama tidak begitu jelas ketika melafalkan lirik lagunya. Tapi mereka cukup mahir untuk menyanyikan lirik-liriknya tanpa terlalu ‘belibet’. Plus kekurangan tersebut bisa mereka tambal dengan kemampuan penulisan liriknya yang menarik. Hi-Standard punya narasi lirik lagu yang cerdas sekaligus komikal. Yaaa meski lagu-lagu seperti “Stay Gold”, “All Generation”, atau “Brand New Sunset” lumayan picisan dan menginspirasi band-band melodic punk Jepang lainnya untuk menulis lirik yang serupa, sebetulnya Hi-Standard punya beberapa lagu yang berlirik unik dan mengamplifikasi citra mereka sebagai “the funny and friendly punk rock band”. Ambil contoh lagu “Pentax” yang ternyata bercerita soal membayar pajak atau lagu “My Sweet Dog” yang bercerita soal anjing peliharaan mereka. Lewat aspek ini, Hi-Standard sukses tetap menjadi relevan dan menarik untuk para pendengarnya yang mungkin merasa musik mereka punya narasi yang lebih relatable dengan kehidupan sehari-hari.
Dua poin di atas cukup mewakili opini saya mengapa Hi-Standard tetap masih bagus sampai hari ini meski harus diakui lagu-lagu baru mereka paska Making The Road tidak terlalu bagus. Tapi dengan formula musik dan konsistensi akan formatnya, musik yang mereka mainkan masih terkesan relevan bagi saya. Ah, dan satu lagi. Saya rasa Hi-Standard pun membuktikan bahwa tidak ada yang salah dengan bermain musik secara sederhana dan minim eksplorasi. Terkadang bermain sederhana adalah sebuah kerumitan yang banyak orang belum bisa lakukan ketika berusaha menggarap sebuah karya.