[catatan: tulisan ini terakhir diubah pada tanggal 27 Juni 2020 dan belum pernah dipublikasikan di mana-mana. Tentu sudah banyak hal terjadi, termasuk acara reuni LKTDOV belum lama ini]
Suara kipas angin bergemeretak menemani lamunan. Setengah tahun berlalu, dan dua pertiganya kuhabiskan mendekam di rumah karena pagebluk. Tiba-tiba, pikiran saya melayang sejauh 543 kilometer jauhnya. Yogyakarta.
Sebagian besar memori perjalanan saya memang isinya paling musisi saja; entah datang helatan, liputan, atau ikut tur band. Bertahun-tahun begitu sejak 2016. Ternyata, empat bulan tidak melakukannya cukup membuat diri merasa kosong.
Salah satu helatan di Yogyakarta yang terbawa lamunan adalah perjumpaan dengan LKTDOV, yang mungkin saja tidak akan terjadi tahun ini jika Desember 2019 kemarin mereka tidak menyempatkan.
Saya ingat-ingat. Hari itu hujan. Perjalanan dari Godean ke venue jadi cukup menggigil. Meninggalkan genangan di jalanan dan kemacetan yang majemuk.
Kepadatan tidak terkecuali hadir di Kedai Kebun Forum, tempat diadakannya konser perayaan anniversary ke-11 LKTDOV. Saat baru sampai venue, saya dan seseorang sempat kesulitan mencari tempat untuk parkir motor. Kumpulan orang memenuhi venue walau belum ada tanda-tanda akan dimulai.
Sebatang, dua batang. Kemudian tidak lama, suara gitar mulai meraung, penonton berbondong-bondong naik secara teratur masuk ke dalam venue.
Showcase terdiri dari dua set. Di set pertama, seluruh personel saat ini dari LKTDOV yaitu Martinus Indra Hermawan/Menus (vokal), Made Dharma/Made (gitar), Adiwisanghagni Diponegoro/Wisang (gitar), Ahmad Okta Perdana/Okta (bass) dan Justiawan Yudha/Bogex (drum) telah berada di garis panggung. Konser ini dihelat dengan konsep intimate gigs.
Sebelum pukul setengah 9 malam, set pertama dimulai; intro dimainkan dan “Crimson Waves Upon Tangerine Skies” dilantunkan. Penonton mulai memenuhi ruangan Kedai Kebun Forum yang telah disulap menjadi amat redup nyaris tidak ada cahaya selain dari lampu panggung yang menyorot sebagian personel saja. Lebih dari 50 orang memenuhi ruangan. Cukup sesak, untung tidak diperbolehkan merokok dalam ruangan.
Pukul 20:30, “Risau! A Requiem of Fetid Nerve Souls” mulai membawa suasana lebih hidup. Tiga belas menit setelahnya, lagu ke-3 “Behold, A Shattered Enchantment” membuat penonton semakin intens bernyanyi.
Menus bernyanyi dengan penuh emosi. Membiarkan penonton ikut berinteraksi dengan meletakkan mic di tengah-tengah penonton bagian depan. Mulai ada perputaran moshing dan stage-diving di ‘mosh-pit’.
Menus sesekali bernyanyi dengan penonton. Botol-botol bir berada di genggaman beberapa penonton yang berteriak bersama. Di akhir lagu ke tiga, situasi sudah total panas dan penonton lantang bertepuk tangan.
Wisang bermain menghayati hingga menunduk dan terduduk di lantai bersama gitarnya.
Kemudian, pukul 20:48 lagu ke-4 “The Death of a Survivor of Love” dan bersambung ke lagu ke-5 “Joy… Lie… Nor Desire” dimainkan. Pada lini ke-5 ini LKTDOV berkolaborasi dengan Pila (@babypila di Instagram) yang mengisi departemen vokal. Tepat tiga menit sebelum pukul 21:00, set pertama berakhir dan muncul visual LKTDOV dengan siluet perempuan menari; dilanjutkan dengan penayangan video kilas balik LKTDOV.
Video kilas balik berisi kumpulan footage saat mereka tampil di berbagai acara, dengan kualitas footage non-profesional dan gabungan footage resmi.
Tiga belas menit kemudian, set kedua dimulai, ditandai dengan masuknya Ariyo Pancala/Ariyo (personil Dirtylight, LAF, Lord of Visceroth) masuk di posisi gitar dan Adhy Kewz/Adhy (Anggisluka) menempati posisi drum. Lagu ke-1 “Losing Your Faith” mengudara memenuhi telinga. Kemudian Menus memulai khotbahnya.
“Sesi kedua lebih ceria. Cerita sedikit tentang terbentuknya LKTDOV. Tahun 2008 ada KR Music Corner, terus ketemu sama yang namanya Gatot dan akhirnya bikin band baru. Jadi terciptalah line-up pertama; aku, Gatot, Yudha dan Ariyo. Nah ini ada Ariyo juga, sudah 7 tahun gak ketemu.” Kemudian Adhy menyahut, ”Saya jadi corporate slave kebetulan”.
“Proses reunian sangat ribet sekali tapi kita berhasil ngumpulin dari formasi awal sampe akhir.” lanjut Menus. “Wahyu Septian Ardiansyach/Aan (personil Sri Plecit) di Malang jadi dokter gigi, terus Adhy pindah ke Jakarta, sudah 2 tahun ini gak main drum, buat LKTDOV ini dia baru main. Ariyo biasanya main bass nge-jazz, sudah berapa tahun gak megang gitar. Terus ada satu lagi Rahmat Gunawan/Rahmat (Energy Nuclear, Warmouth) yang nanti nge-drum, udah punya anak pindah ke Klaten. Made sekarang bolak balik Blora, Klaten. Kita tahu ‘kan dia ngapain,” kelakar Menus disambut gelak tawa penonton.
“Ada Okta juga yang kemarin habis tour Goddess of Fate sama Cloudburst, ada lagi Bogex sudah pindah ke Cilacap, jadi yang selow ya aku thok. Oh Wisang punya band baru toh, Before You. Termasuk untuk Bogel Yoga yang sempat ngegitarin live.”
“Walau di grup sukanya misuh-misuh, tapi sithik-sithik live grup, jadi tahu lah gimana susahnya band ini. Kita gak tahu habis ini mau ngapain, tapi ada beberapa lagu baru yang mau direkam.” ujar Menus kemudian bersiap menyanyikan lagu ke-2, “Parting Away from You” dengan nada yang menurut saya lebih ceria.
Pukul 21:31 lagu ke-3 “Is It A Dream Within a Dream” dimainkan. Ini adalah lagu dari album split LKTDOV dengan Paris In The Making. Pada lini ini, penonton kembali melakukan moshing.
Pukul 21:36, Rahmat masuk ke posisi drum. Lagu ke-4, “All We Have Left Is A Memory of Yesterday” dimainkan. Lagu ini berasal dari album All We Have Left Is A Memory Of Yesterday (2015) yang liriknya diambil dari band favorit Menus, yaitu Portishead.
Suasana semakin chaos dan puncaknya efek gitar tertendang penonton. Namun helatan tetap berlanjut. Lagu terakhir “Sweet Is The Night-Air!” menutup showcase ini.
Menus sedikit terisak sambil bernyanyi. Penonton dan seluruh personel berada di titik emosi tertinggi. Penampilan ditutup dengan Wisang dan Menus tiduran di panggung, lantas membuat mereka dikelilingi para pendengar dan awak media berebut memotretnya. Bahkan, kalau tidak salah amatan, Made sampai membuat putus senar-senar di dua gitar selama pertunjukan.
Unit post rock-skramz nyaris emo ini nampaknya punya sesuatu yang cukup personal di antara anggotanya. Saya tertarik. Akhirnya, setelah mereka istirahat dan merokok sebentar, saya berhasil mendapatkan kesempatan bicara dengan mereka.
Index
Ahmad Okta Perdana/Okta: O
Ariyo Pancala/Ariyo: Ar
Rahmat Gunawan/Rahmat: R
Justiawan Yudha/Bogex: B
Martinus Indra Hermawan/Menus: Me
Adiwisanghagni Diponegoro/Wisang: W
Made Dharma/Made: Ma
Adhy Kewz/Adhy: Ad
Ingin dengar ceritanya dari LKTDOV sendiri. Ini sudah anniversary ke 11; band yang cukup dewasa. Sebelas tahun anak umur berapa ya?
O: 6 SD.
Nah kelas 6 SD. Kalau dari masing-masing sendiri perasaannya bagaimana sudah menyelesaikan hal ini?
O: Ya kalau saya sendiri senang ya, cuma karena ini kan on-off bandnya, maksudnya masing-masing personil banyak kesibukan punya band sendiri-sendiri, jadi LKTDOV itu kayak pelarian kalau sudah bluneg sama band masing-masing, cuma ya… Karena gonta-ganti personil kan teman-teman sendiri gitu jadi lebih gayeng aja. Terus 11 tahun jadi band ya menurut saya lumayan lah. Maksudnya banyak band yang cuma 3 tahun selesai, 4 tahun selesai, ini LKTDOV bisa 11 tahun ya menurut saya pencapaian yang lumayan. Apalagi 11 tahun nggak cuma band; ada doang itu lho. Tapi ada album, ada split, terus ada EP, ada tur, dan 11 tahun juga menyisakan legacy gitu. Maksudnya banyak band-band baru akhirnya juga bilang kalau salah satu influence-nya LKTDOV gitu, jadi ya… Gitulah. Ya kalau yang lain bagaimana?
Ar: Kalau dari saya, saya termasuk member yang paling lama. Awalnya berdiri saya join sama Menus juga, yang lihat perkembangannya sampai 11 tahun ini sih saya salut, salut buat temen-temen, terus produktifnya juga nggak hilang, kalau bisa sih. Apalagi setelah melihat tadi line-up yang baru main sayang kalau misalnya berhenti. Jadi kalau bisa lanjut, wis keren.
O: Bogex ki.
B: Yo.
[Sesi ini memang jauh dari serius, harap dimaklumi]
Bogex mau bilang apa?
B: (sambil tertawa) Ya ngomong simple aja sih. Pencapaian 11 tahun ya hasil yang lumayan. Ya memang lumayan, lumayan luar biasa. Udah.
Kalau dari Menus?
Me: Akhirnya bisa. Bisa konser. Sebenarnya paling susah ngumpulin orang-orangnya.
Ad: Kalau menurutku sih, untuk sekarang ya, senang perasaannya. Jadi aku kebetulan bisa dibilang udah nggak ngeband ya, di Jakarta udah sibuk sama keluargaku, sama kerjaan. Sekarang untungnya aku disini agak lama gitu, jadi bisa latihan menyesuaikan lagi. Itu [seperti] orgasme lah bisa dibilang, jadi klimaks gitu.
Dari yang lo nggak ngapa-ngapain, suntuk gitu. Kalau disini kan ritme hidupnya mungkin santai. Kamu bisa punya hobi. Orang yang hobi ngeband, disini walaupun ngeband-nya biasa standar-standar gitu tapi paling nggak hasrat ngeband-nya bisa disalurkan gitu kan. Kerja, bete, ngeband. Selesai.
Aku di Jakarta udah 6 tahun. Kebetulan ya suka ngeband. Disana nggak bisa ngeband dan itu nggak ada obatnya, walaupun aku suka nonton konser atau apa gitu itu nggak bisa diobati dengan hal lain kecuali dengan ngeband itu sendiri. Begitu aku disini udah bisa ngeband lagi gitu itu ya klimaks aja sih gitu.
Sebenarnya kendala paling besarnya selain jarak itu, apa sih?
B: Jadwal.
Ad: Belagu, belagu..
Ar: Gengsi.
Me: Sok banyak kegiatan.
B: Sok sibuk, belagu juga.
O: Sebenarnya yang paling susah kan, selain waktu ya menyatukan keinginan masing-masing itu lho. Jadi kan masing-masing punya band sendiri-sendiri, terus mungkin otak-nya tuh sudah habis di band yang lain. Dan di LKTDOV itu tinggal sisa-sisa dari kecapekan itu, pengennya itu ya langsung ayo ketemu langsung; ketemu benang merahnya langsung bikin lagu.
Tapi karena masing-masing sudah lelah gitu di band masing-masing, akhirnya jadi lama gitu, jadinya berbelit-belit gitu. Ini saja, lagu baru itu satu tahun dapat satu lagu. Ya karena masing-masing personil mungkin otak-nya sudah habis di band yang lain gitu.
Tapi ya dengan kondisi masing-masing sudah punya band lain, masih bisa menyempatkan membuat lagu di LKTDOV menurut saya sudah bagus sekali. Sudah mau rekaman, mau menyisihkan waktu buat rekaman, buat live ini gitu. Jadi menurut saya, ya kendalanya itu sih, menyamakan otak. (bertanya ke Wisang) Sang, yang paling susah apa selain jarak?
W: Atos! Yo ming atos to?
B: Chaos, chaos, chaos.
Kendala lainnya apa?
Ad: Bahasa. Bahasa teks sama bahasa verbal kan beda ya; kalau kita ngomong di teks “Ki, ki… Enake piye?”, itu multitafsir, kesannya jadi pengen berantem, padahal ngomong ya sudah nyantai kayak gini. Jadi, kendala-kendala komunikasinya mungkin kadang-nggak kadang sih-seringkali bikin tensi naik gitu; ini maunya gimana nih.
Untuk angkanya, kenapa harus 11?
O: Karena menurutku mau bikin 10 tahun nggak jadi, nggak bisa ketemu semua kalau 10 tahun kemarin.
Ad: Ini aja ada yang nggak hadir.
O: Sebenarnya rencananya ini kan sudah dari tahun lalu to? waktu Post-Rock Fest abis main ada obrolan sama Menus gimana kalau bikin anniversary 10 years, gitu. Ternyata, molor sampai 2019; 2019 Desember juga…
Ad: …Dan kebetulan dapat cuti akhir tahun.
B: Tutup tahun lah.
O: Jadi nggak ada artinya 11 tahun itu.
Ad: Sebelas personil sih.
Berarti total sebelas ya? Masa sih, personil sebelas?
B: Itungen sendiri wae (tertawa).
O: Nggak, sebenarnya personil itu ya yang inti sekarang aku, Bogex, Menus, Made, Wisang. Lima, cuman tapi kan ini semua; maksudnya beberapa, ya ada personil lama juga. Nggak sebelas kayaknya.
Ar: Nggak tau, sembilan?
O: Sembilan paling ya?
Ar: Tambah Gatot! Sepuluh, deh.
B: Aan?
Ar: Oh iya Aan, sebelas.
O: Sebelas berarti.
Ar: Ya sudah itu saja yang dijadikan tema berarti.
Berarti sebenarnya tidak ada alasan khusus milih 11; memang karena kendala teknis?
O: Ya mungkin harfiah iya. Maksudnya memang kendala teknis, cuma ya mungkin secara nggak langsung kita juga mengartikan sebelas itu mungkin sebelas personil, atau mungkin… Apa namanya?
Ad: Sebelas itu selaras sih sebenernya (tertawa).
O: Ya itu lah mungkin diartikan cocoklogi ya mungkin bisa gitu.
Ar: Mirip FSTVLST.
Sebenarnya yang bikin LKTDOV lebih ke bongkar pasang personil gitu, padahal sudah 11 tahun; apa yang terjadi? Prosesnya seperti apa?
W: Aslinya bandnya tuh sudah bubar!
O: Sebenarnya LKTDOV itu sudah vakum 2009-2010. Cuma tahun 2010 Menus itu nge-wall Facebook. Aku sama Wisang. “Mau nggak ngeband kayak Envy?”, dia bilang gitu.
Ar: Oh jadi gitu ceritanya?
O: Aku, Wisang, sama Adhy. Terus habis itu coba nge-jam. Ya sudah jadi itu, sama Aan. Aan terakhir. Nah terus, coba ngejam di F1, Olivine Studio gitu akhirnya jadi materi demo itu. Akhirnya jadi 2 lagu itu; “It’s A Dream”, sama “Partying Away” jadi 2 lagu. Terus bikin “All We Have Left” itu kan si Penyok (Aryo) kan waktu itu sudah jarang datang latihan. Aku punya ide bagaimana kalau Bogex ditarik lagi tapi jadi nggitar gitu. Nah dia dulu nggitar di LKTDOV, bukan nge-drum.
B: Pertama nge-drum!
O: Pertama nge-drum di 2008, pokoknya yang formasi awal yang dia, Gatot, Menus, Penyok (Aryo). Cuma habis itu band-nya vakum, waktu ditarik tadi mau bikin lagi. Nah si Bogex masuk jadi gitaris. Habis itu ya jadi “All We Have Left” itu. Drummer-nya si Rahmat. Karena si Adhy udah balik ke Jakarta.
Pernah tidak, ada kejadian yang bikin “Ah, aku nggak mau ikutan sama LKTDOV lagi ah!”?
Semua: Seringgg! (tertawa)
O: Setiap buka grup chat pasti perasaannya kayak gitu. “Wah, wes lah iki”.
B: “Pie sih, pie sih… Aku left grup yo”.
Ad: Habis itu langsung cek tensi!
Ar: Sama cek saldo.
O: Sering. Cuma ya dibawa bercanda akhirnya, gitu. Karena waktu ketemu ya akhirnya nggak ngapa-ngapain, nggak berantem, nggak ngapa-ngapain. Ketemu ya biasa.
Ad: Tapi pakai japri “Sori yo aku mau ngene”.
Me: Kui sopoe?
Ad: Sopo meneh (tertawa).
O: Tapi itu kan dinamika. Maksudnya, sebuah band tuh kalau lurus-lurus aja ya nggak enak gitu lho; terkadang ya naik, kadang ya turun.
Ar: Cuman ini naik-turun terus!
O: Nggak, cuman ini kok turunnya lebih banyak daripada naiknya (tertawa). Naik cuman dikit, turun lagi.
Ad: Band yang setahun sekali saja sudah Alhamdulillah. Kita mau meniru Melancholic Bitch sih.
Sebenarnya yang paling sering memantik bikin sebal itu siapa?
B: Oh banyak, semuanya.
O: Semuanya!
Ar: Karena kita udah tau porsinya.
B: Tapi sebenarnya, yang paling banyak memancing itu semua, kecuali Menus.
A: Aku kira “saya”!
Kalau tadi sudah bahas sebalnya, bagian yang paling disenangi dari LKTDOV dan akhirnya bikin mau ‘baikan’ lagi?
O: Sebenarnya tuh kalau habis main, rasanya seneng. Maksudnya, rasanya…
B: Sehari, dua hari, biasa.
O: Nah, sehari dua hari buka grup chat kayak gitu lagi. Kalau menurut saya sih karena masing-masing personil ini udah punya band masing-masing, dan matangnya di band masing-masing gitu. Jadi LKTDOV itu kayak sudah tau “Oh mau ngapain ya?”, gitu. Jadi kalau waktu bagi porsi itu nggak begitu banyak, kalau bikin lagu lama, cuma kita kayak sudah tahu, “Oh ini porsinya segini”. Ya senengnya itu sih, karena bekerjasama dengan orang-orang yang memang sudah berpengalaman di band lain gitu. Jadi, kan beda mungkin kalau berurusan sama orang yang belum pernah ngeband sama sekali.
Berarti jatuhnya seperti refresh dari band-band yang dipegang juga?
O: Ya itu tadi. Kalau menurut saya sendiri, kayak kalau udah bluneg sama band masing-masing gitu, ya pelariannya ke LKTDOV. Tapi ya kadang dari LKTDOV malah larinya ke band sendiri-sendiri gitu kan. Karena ya itu tadi, kayak berantem atau apa. Tapi ya, dinamika lah.
Berarti masing-masing nganggep LKTDOV band utama atau band sampingan?
B: Band senang-senang.
Ad: Buang emosi kalau saya. Kalau saya merhatiin sih buang emosi.
Me: Rembol (kere nggrombol). Memang dulu konsepnya tuh, kita pengen nge-band pokoknya sampai tua punya anak kayak gini.
Ar: Nanti anak-anak kita jadi LKTDOV juga. Tapi vokal-nya tetep Menus!
Tadi sempet ada kabar lagi bikin rekaman?
Ar: Iya
O: Ya karena LKTDOV ini tadi. Band senang-senang. Jadi, waktunya itu menyesuaikan band yang tidak senang-senang, gitu; maksudnya band masing-masing gitu. Ini aja kalau nggak gara-gara nggak ada agenda, mungkin kalau misalkan malam ini ada band masing-masing yang main, ya nggak jadi main LKTDOV.
Berarti kalau misalnya ditanya, LKTDOV punya proyeksi ke depan apa tidak?
B: Sudah aja, bubar.
Me: Cuma nggak tau kapan.
B: Paling bubar, seminggu reuni lagi.
Ad: Tapi ada kemungkinan, misalnya kita bikin final show, mungkin lebih lengkap. Harus lebih lengkap, sih.
Ar: Habis itu final countdown!
Masing-masing, coba sebutkan satu kata soal LKTDOV?
O: Emosi.
Ar: Dari saya, remuk.
B: Muak.
Me: Rembol.
W: Urip mung mampir band-band-an. Cobo cek hashtag kui, metu kabeh.
Ar: Bodo amat!
O: Coba kalau Made?
Me: Biasa, anggota dewan ki ngono.
Ma: (diam)
O: Kewan, Kewan! (memanggil Adhy)
Ad: Jembut, ruwet soale… Ruwet.
Ar: Rahmat… Rahmat!
R: Asu!
Ar: Nah kan, bacot semuanya.
Kalian kalau punya curahan hati soal LKTDOV boleh disampaikan saja.
Ad: Mungkin, kalau menurutku, aku disini selaku personil tapi disini aku juga bisa jadi penonton. Dalam artian, aku nonton band-ku sendiri gitu lho; dan yang mungkin perlu aku katakan disini, di media besar itu masih Jakarta sentris, walaupun mungkin aku tinggal disana. Dan [band-band selain Jakarta] kurang disorot gitu. Mereka pengen jadi ‘populer’, terkenal, aku rasa sih bisa.
Cuma media besar dan media populernya itu belum ada yang berinisiatif untuk mengangkat “Oh ini band keren”, gitu lho. Sebenarnya di Jogja udah banyak band keren yang sekarang sudah nggak perlu aku sebutkan. Beberapa sudah bisa main di festival skala nasional sama internasional di Jakarta. Tapi, aku rasa band ini [LKTDOV] bisa, gitu. Dan, untuk dibawa ke ranah underground maupun ranah komersial, kalau memang merekanya bersedia untuk menjadi populer sih, aku rasa bisa.
O: Kalau menurutku, LKTDOV tuh bener kayak yang diomongin Menus tadi ya. Jadi memang karena dari awalnya ini band buat senang-senang, mencapai target senang saja itu sudah memenuhi target. Sudah goals. Yang lain bonus sebenarnya. Jadi kalau misalkan Adhy bilang main nggak festival bla bla bla itu bonus gitu lho; itu setelah senang.
Ya buat apa kalau main festival tapi kami itu tidak senang, gitu. Jadi, menurut saya ke depannya, rasa senangnya itu lebih banyak lah gitu. Tidak perlu begitu banyak berantem di chat. Ke depannya bisa dikurangi atau mungkin seperlunya saja. Ya itu sih, yang penting ke depannya senang aja nge-band.