Rasanya tidak muluk untuk mengatakan bahwa Fat Wreck Chords – label rekaman punk rock asal San Fransisco, AS yang dimiliki dan dikelola oleh Fat Mike dan Erin Burkett – adalah satu-satunya label punk rock yang masih tetap keren sampai sekarang. Di balik kegenerikan para penggemarnya (dan kadang pemiliknya) yang bebal dan tua, hingga kini Fat Wreck masih sukses sebagai label independen yang memasarkan banyak rilisan dari band-band punk rock yang keren sekaligus tetap menjadi relevan di era biasnya genre musik seperti sekarang. Berbicara soal itu, saya rasa ada dua aspek utama yang bisa ditelisik mengenai hal tersebut.
Model bisnis yang masuk akal dan bersahabat
Sejak 31 tahun terbentuknya label rekaman yang terkenal karena merilis album dari band-band punk rock legendaris di tahun 90-an ini, ada satu etos kerja yang saya rasa menjadi kunci dari ketahanan model bisnis Fat Wreck sebagai label rekaman independen. Yaitu mereka hanya melakukan kontrak-satu-album kepada setiap band yang mereka ajak untuk bekerja sama.
Skema bisnis one-record-deal yang Fat Wreck emban memiliki misi yang terbilang mulai. Konon Mike dan Erin tidak mau mengekang band yang mereka ajak kerjasama untuk waktu yang lama bersama Fat Wreck. Jadi band pun tidak harus merasa canggung apa bila suatu hari nanti mereka ingin merilis karya mereka di label lain. Selain itu dengan praktek tersebut, Fat Wreck bisa mengukur kapasitas aspek produksi mereka dengan lebih jelas tanpa harus meninjau target yang terlalu besar. Tentu saja hal tersebut masuk akal kalau mengingat bahwa Fat Wreck pada akhirnya adalah sebuah label rekaman independen yang masih dikelola secara personal.
Selain itu, model bisnis yang Fat Wreck jalankan tersebut pun efisien untuk memberikan hak lebih besar kepada band sebagai pemegang kontrol utama akan karyanya. Sudah bukan rahasia bahwa masalah gono-gini royalti dan tetek bengeknya antara label dan band memang menjadi hal yang lumrah terjadi di industri musik. Dengan model bisnis seperti itu, Fat Wreck seakan menampilkan citra yang apresiatif terhadap band-band yang bekerja sama dengannya. Ah, bahkan parameter mereka untuk mengontrak sebuah band ke label mereka pun konon sebetulnya berdasarkan selera para pemiliknya juga. Bahkan Erin pun sempat mengutarakan bahwa dia hanya merekrut band yang dia suka saja untuk masuk ke roster Fat Wreck, bukan karena sekedar urusan bisnis belaka.
Sensibilitas musik ajaib dari pemilik label
Apabila bahasan di atas merunut dari segi bisnisinya, kali ini saya ingin mengajakmu untuk berpikir lebih jauh tentang Fat Wreck. Apakah kamu sadar bahwa setiap band yang Fat rekrut selalu memiliki musikalitas yang bagus dan juga memiliki citra uniknya tersendiri? Inilah aspek paling jenius dari Fat Wreck – atau mungkin dari Fat Mike saja.
Fat selalu bisa mengendus band-band punk rock dari berbagai segmen, komunitas, atau bahkan generasi yang memiliki kualitas musik baik sekaligus daya jual yang tinggi apabila persona mereka ditampilkan ke publik. Begini konteksnya, ambil contoh ketika mereka merekrut Lagwagon dan Propagandhi di awal masa kerjanya. Di paruh awal tahun 90-an, masih banyak para penggemar grunge atau metal yang tersisa meski trennya sudah memudar. Entah Fat Mike menyadari itu atau tidak, tapi sepertinya bukan kebetulan kenapa dia memilih Lagwagon dan Propagandhi sebagai dua band yang dia putuskan untuk meriliskan album penuhnya di Fat Wreck. Dua band tersebut mempunyai nuansa musik punk rock yang permainannya super teknis dengan pilihan sound yang lumayan lebih berat dibandingkan sound punk rock 80-an yang cenderung treblish. Tentu saja dua album awal Fat Wreck tersebut laku keras di pasaran dan kelak menjadi blue print untuk nuansa musik punk rock yang kini dikenal sebagai the Fat sound.
Berikut contoh lain, di era tahun 2000-an bahkan sampai sekarang banyak label punk rock yang mulai menggeserkan idealismenya demi untuk membuat labelnya tetap bisa berjalan. Dalam konteks ini, beberapa label tersebut mulai merekrut band-band yang di luar “identitasnya” demi untuk bisa tetap cash-in. Yaaa, contoh paling konkret adalah bagaimana konyolnya Epitaph Records memutuskan untuk memasukan Escape The Fate ke dalam sistemnya. Saya ulangi sekali lagi: konyol. Tapi bagaimana lagi, business is business, right? Righttt.
Kontradiktif dengan manuver pivot beberapa label di era tersebut, Fat Wreck malah masih bisa merekrut band-bandpunk rock paten yang mungkin tak terpantau di radar para penggemar punk rock tua tapi sebetulnya band-band tersebut eksis di kancah bawah tanah. Ambil contoh ketika mereka memutuskan untuk merekrut Pears atau Night Birds. Itu adalah langkah yang brilian di era millennium ketika mulai tren hardcore punk kembali menjamur di kancah musik rock bawah tanah global. Atau ambil contoh lain ketika mereka memutuskan untuk merilis karya dari Mean Jeans, The Copyrights, sampai Direct Hit! beberapa tahun silam. Tiga band tersebut awalnya hanya terkenal di kancah pop punk underground saja tapi entah bagaimana caranya Fat bisa mengendus keberadaan mereka dan merekrutnya ke jajaran rosternya. Skema tersebut bisa dianggap sebagai cerdas kalau mengingat ketiga band itu adalah band yang menjadi representasi keniscayaan zaman dan selera punk rock hari ini di ranahnya sendiri.
Ah, saya jadi teringat sesuatu. Ada kalanya faktor keberuntungan dan ketidaksengajaan pun berperan besar untuk relevansi Fat Wreck di masa ini. Momentum yang paling saya suka dari kisah Fat Wreck di topik tersebut adalah tentang bagaimana Masked Intruder akhirnya bisa diriliskan oleh Fat Wreck. Di beberapa wawancara, Fat Mike menjelaskan satu-satunya alasan kenapa Masked Intruder bisa masuk ke Fat karena anaknya, Darla, sangat menyukai kuartet poppy punk rock asal Wisconsin, AS tersebut. Just like that.
Tapi berkat masuknya Masked Intruder ke Fat, Fat Wreck malah semakin berjaya dan bisa menggaet pangsa pendengar yang lebih luas dan jenuh akan the fat sound. Terdengar terlalu indah untuk kenyataan dari sebuah label rekaman punk rock independen yang bermula dari sebuah kamar apartemen 4×4, tapi sepertinya Fat memang mempunyai sesuatu istimewa yang tidak dimiliki oleh banyak label punk rock lainnya di luar sana. Overall, we still think Fat rules (if they still release something good for the next decade).