Di era media sosial dengan kecanggihan hyper connectivity-nya ini semua informasi memang sangat mudah didapat. Cuma paradoks lain yang muncul adalah malah terkadang karena dijejali oleh begitu masifnya informasi melalui berbagai platform berakibat banyak juga informasi penting ataupun yang sebenarnya sangat relate dengan kita yang terlewat. Perkembangan algoritma memang sangat pesat dan kadang juga menyebalkan. Memilah dan memilih apa yang kita konsumsi pun sudah jadi sebuah keharusan.
Termasuk juga informasi akan musik-musik baru yang kadang terlewat oleh radar kita. Bisa karena memang musiknya bukan selera kita atau bisa juga promosinya kurang. Cuma kadang yang bikin geregetan adalah ketika ada musisi/band dengan musik yang bagus tapi kenapa sangat sedikit orang yang tahu mereka? Karena musik mereka terlalu niche kah? Atau memang stereotipe selera musik masyarakat tidak di sisi yang sama dengan musik mereka? Bisa iya, bisa juga tidak.
Sharing is caring. Berbagi berarti peduli. Dalam konteks ini berbagi referensi musik pun bisa diartikan kalau kita peduli akan apa yang sedang terjadi, akan band/musisi yang sedang aktif, akan karya yang mereka buat dengan usaha yang kadang tidak main-main. Untuk semua itu pengabaran tentang musik baru saya kira sudah seharusnya tetap digaungkan terus.
Beberapa tahun terakhir regenerasi juga jadi bahasan yang cukup getol saya diskusikan dengan teman-teman baik di ranah pergerakan kolektif bahkan pernah sampai saya bawa ke meja meeting kantor saya dulu hingga melahirkan sebuah projek album kompilasi bernama Palembang Invasion. Urgensi akan regenerasi ini menjadi penting karena merekalah yang akan membawa obor selanjutnya. Mau tidak mau, itulah realitanya.
Ada beberapa band muda yang menurut saya cukup potensial dan semoga perkiraan saya tepat. Muda di sini berarti usia band ini masih terhitung baru, sudah merilis materi dalam format demo atau single, dan belum punya rilisan fisik baik album penuh maupun mini album, atau mungkin telah direkam tapi belum dirilis. Untuk konteks potensial saya merasakan ketertarikan dari aspek musikal yang mereka usung dan juga punya potensi berkelanjutan.
Berikut 9 band muda potensial Palembang menurut saya:
- 1. Contrecoup
Di 2022 cukup kaget ketika baru tahu kalau Parker Cannon membuat side project baru bernama No Pressure. Berbeda dengan The Story So Far, No Pressure mengambil blueprint musik campuran pop punk dengan sedikit bumbu hardcore dengan porsi yang pas.
Tahun lalu Contrecoup merilis “Dazzle” yang memiliki warna musik senada dengan No Pressure. Tidak sabar untuk mendengar materi lain dari mereka.
- 2. Glazze
Tidak mudah untuk menulis lirik dengan bahasa Indonesia tanpa terdengar cheesy dan cringe. Buat saya Glazze berhasil mengeksekusi penulisan lirik di single “Tenggelam” mereka dengan baik.
Dari liriknya sendiri bercerita tentang kita semua yang sepertinya hampir tiap hari tenggelam di belantika maya, disisipi Big Lebowski dan juga Joe Hisaishi.
- 3. Mochan Pepin
Pernah berada di tengah pit ketika menonton mereka perform. Cukup menarik melihat ada yang memainkan indie pop berbalutkan new wave/post punk di Palembang karena tidak banyak band yang mengeksplor ke area musik tersebut.
Tahun lalu mereka merilis debut single-nya “After Rain”.
- 4. Leisa
Isi band ini bisa dibilang sudah cukup lama aktif di kancah musik Palembang mulai dari Bunny Hook, Elisabeth Town, THE ICU, Second Episode, Laurel and Gooseberries hingga Aircraft 901 yang dulu juga sempat aktif di Bandung. Bahkan terakhir mantan drummer Gerram masuk menggantikan drummer lama mereka.
Single “Aleanor” mereka masuk dalam album kompilasi Palembang Invasion di tahun 2022. Baca beritanya di sini. Dan tahun lalu mereka merilis “Liar” yang bercerita tentang toxic relationship.
- 5. The Sams
Memainkan alternative rock dengan lirik bahasa Indonesia adalah pondasi dasar dari The Sams. “Pendar Pudar” salah satu lagu yang langsung saya suka dari saat mendengarnya pertama kali.
Bercerita tentang perpisahan yang bisa diterjemahkan dengan kegagalan dalam hal romansa ataupun dalam konteks berpulangnya orang terkasih membuat lagu ini cukup mengena secara personal. The Sams juga sudah merilis music video untuk lagu ini melalui kanal YouTube mereka.
- 6. Candei
Semakin modern zaman kadang semakin tergerus juga budaya-budaya lama warisan leluhur. Candei berada di pihak yang mencoba merawat dan meneruskan budaya lama itu dalam konteks musik. Folk dengan nafas Melayu yang kental terasa di lagu-lagu yang dimainkan Candei.
Kabar terakhir mini album mereka akan dirilis oleh Bahasa Ibu Records bersama 3.500 Inc/Tigo Sengah dalam waktu dekat ini. “Titah Raje” dari Candei sudah bisa disimak sembari menunggu perilisan debut EP mereka.
- 7. Peony
Cukup bingung untuk mencari tandem musik sejenis mereka, karena sepertinya tidak banyak yang memainkan musik indie pop dicampur elektronik 8 bit di Palembang. Atau mungkin mereka yang pertama?
Salah satu yang cukup nyentrik adalah desain visual 8 bit mereka a la video games jaman Nintendo, Sega, dan GBA. Nostalgic. Semoga side project dari duo Ear to Ear ini berlanjut menjadi sesuatu yang lebih serius.
- 8. Erazed
Ada masa dimana pertumbuhan hardcore di Palembang sangat pesat yang terjadi setelah kemunculan Hold It Down di kisaran tahun 2010. Sayangnya satu per satu tumbang. Tahun lalu muncul lah Erazed yang memberi nafas baru di ranah hardcore.
Band yang berisi personil dari Critical Issues, Alice Creek, Chicken Shit Flower, dan Stand for Attack ini dikabarkan sedang dalam proses pengerjaan materi mini albumnya. Debut single dari Erazed, “Greedy” bisa disimak di laman Bandcamp mereka.
- 9. Brass Monkey
Distorsi kotor dan riff-riff gitarnya mengingatkan saya dengan band-band Seattle Sound. Tahun lalu mereka merilis demo dari live performance mereka dengan judul “Primate Change”.
Berisi 4 lagu orisinal mereka dan satu lagu cover dari band veteran Palembang, Anita, yang berjudul “Pesimistik”. Simak demo “Primate Change” dari Brass Monkey di laman Bandcamp mereka.
Suka artikel ini? Kirimkan Gopay-mu untuk penulis!