Baru beberapa hari melewati 2023. Tahun yang cukup memorable dengan segala dinamikanya. Teruntuk catatan di kancah musik lokal dan ekosistemnya pun sepertinya sama.
Selalu menarik jika berbicara gejolak yang terjadi di kancah musik lokal Palembang. Ada band baru yang sedang berprogres dan juga band lama yang kembali hadir. Ada Svvara, kuartet indie pop, yang cukup mencuri perhatian dengan EP “Chromatic Side”-nya yang kembali dirilis Ear to Ear dan mereka juga jadi salah satu band yang terpilih untuk tampil di Pemanasan Pestapora di Jakarta beberapa waktu lalu bersama 6 band lain yang sudah diaudisi dan dikurasi sebelumnya. Ada juga The Sams, unit alternative rock ini di 2023 merilis 2 lagunya: “Dinamikalis” dan “Pendar Pudar”, dan sedang dalam proses pembuatan album mereka. Lalu ada Chicken Shit Flower dan Trendy Reject yang kembali aktif lagi di tahun 2023 kemarin. Dan Trendy Reject pun sudah merilis lagu barunya “Sriwijaya Rocker” di bulan Desember lalu.
Dari ranah hardcore punk juga punya catatan menarik di 2023. Di Palembang, hardcore punk bagai bersinonim dengan Spektakel Klab. Di 2023 mereka mengusung tema “Untamed” atau secara harfiah berarti “Liar” atau “Tidak Terjinakkan” dalam bahasa Indonesia. Mereka juga kembali membuat “Do with Friends Fest”, gelaran musik yang lebih besar dari program reguler mereka yang melibatkan belasan band dan beberapa berasal dari luar kota, untuk kedua kalinya dihadirkan di tahun 2023. Dan tahun lalu juga menjadi tanda sepuluh tahun Spektakel Klab aktif dalam ranah pengorganisir pertunjukan musik nan indepeden dan tetap keras kepala bertarung di jalan pedang.
Di 2023 juga Spektakel Records, divisi record label mereka merilis beberapa katalog mulai dari EP Unspec “Century of Torture”, EP Titik Jenuh “Budi”, rilisan terakhir EP Hoax “The Last Episode”, dan EP Antanan “Human Error” yang dirilis bersama Heat Reaction Records. Heat Reaction Records adalah record label baru dari Palembang yang fokus dalam perilisan band hardcore punk dalam format kaset. Mulai dari The Annihilated, Injecting Whip, Pest Control, Atom Age, Ruby, Antanan, Fumus, dan Slodom. Cukup produktif dalam satu tahun aktifnya mereka.
Ada juga Youth Generator yang kembali aktif menggelar showcase reguler bulanannya setelah kurang lebih 5 tahun vakum. Tiap bulannya mereka aktif mengorganisir acaranya di Saiko in Space. Belakangan juga mencoba aktif dalam perilisan musik secara digital untuk beberapa band seperti The Sams dan Chicken Shit Flower. Terakhir mereka juga membuat kolaborasi gig akhir tahun bersama Morbid Blast.
Dalam spektrum indie pop, ada Popsicel yang aktif menggelar kegiatannya dengan judul Pop Sick!. Mereka sempat juga berkongsi dengan Americat Culture, sebuah brand sandang, untuk merch acara mereka. Ada juga Ear to Ear duo mixtape kaset yang mulai merambah ke perilisan kaset dan digital mulai dari: EP Svvara “Chromatic Side”, EP Blonde House “Greetings and Farewell”, EP Latch “Saccharine Sun”, Single Glazze “Tenggelam”, EP Alice Creek “October”, Single Peony “Kabut”, dan EP Lazy Eye “Palisade”.
Tigo Sengah atau 3.500 Hz dengan giat regulernya “Tak Kalah Kasat Mata” menjadi warna baru yang menyuguhkan musik pop dengan komposisi folk yang sangat kental. Bisa disimak dari beberapa band penampilnya mulai dari Langgam, Candei, Diroad dan Hutan Tropis. Setelah istirahat beberapa waktu, Diroad akhirnya melepas lagu barunya tahun lalu: “Burung Sialan”.
Mataram Collabs tetap aktif membuat gig di tahun 2023 dengan program “Mataram Discussion”-nya yang mencapai volume keempat dan juga gig “Dry Voice”. Mereka juga berkolaborasi dengan radio lokal untuk menampilkan beberapa band untuk tampil live on air.
Tabarock Musik mencoba mengisi ruang kosong gig skala menengah sampai ke besar di Palembang. Di 2023 mereka berhasil menampilkan salah satu unit fastcore jenaka asal Tangerang: Tabraklari. Acara ini menjadi show pertama kali Tabraklari di Palembang dan juga gelaran konser perdana dari Tabarock Musik.
Ada juga beberapa teman lain yang sempat mampir dan tampil di Palembang dalam hajat tur atau pun panggung tunggalnya di tahun lalu yang bermain dalam koridor kolektif seperti: Lips!, Injecting Whip, Roomie Boys Alert, Gothin, Prabu Pramayougha, Xin Lie, Su66en9, Baxlaxboy, dan Dongker.
Beberapa album baru dari band atau musisi asal Palembang yang juga rilis di 2023, di antaranya ada The G.R.O.S.S. dengan album penuh “Asam Lamblues”, album perdana Riouth “Mind & Mine”, Sawibeatz1113 merilis dua album dalam format piringan hitam “Further Memoire” dan “Railway Funk” bersama label asal Jerman, Dezi-Belle Records, dan ada juga Undbodevan yang merilis mini albumnya “Everything in 1931”.
Cetak biru yang biasa diterapkan di Palembang sebenarnya sangat sederhana: rekam, rilis, dan tur. Sebuah etos sederhana yang kadang dalam penerapannya tidak sesederhana yang ada di dalam bayangan kita. Karena mengorganisir dan berkoordinasi untuk satu siklus penuh ini (rekam, rilis, tur) bukan hal yang gampang.
Di 2023 pun ada beberapa band yang berhasil menyelesaikan siklus ini dengan baik. Ada Ombra dan Unspec yang melakukan tur bersama ke Sumatera Barat melalui “Comrade to Comrade Tour II”. Mereka singgah ke Solok, Payakumbuh, Bukit Tinggi, dan Padang di bulan November lalu.
Ada juga Critical Issues yang melakukan tur akhir tahunnya di bulan Desember. Mulai dari Bali, Surabaya, Batu, Blitar, Kediri, Solo, Yogyakarta, Batam, Singapura, Melaka, Kuala Lumpur dan Pekanbaru. Cobra Hardcore Commando ini menjadi band Palembang dengan destinasi titik tur terbanyak tahun 2023.
Kolaborasi jadi kata yang tidak asing di Palembang. Entah itu antar artworker dengan band, band dengan brand, toko dengan kolektif kreatif, dan lain sebagainya. Beberapa kolaborasi yang terjadi di Palembang tahun lalu ada Americat Culture merilis satu artikel kaosnya dengan Sumar berjudul “Dark Sacrament”. Kaos bergaya desain Bauhaus ini dikerjakan oleh Meizarraf. Meizar juga sempat menggelar pameran tunggal perdananya di Bandung dan Palembang yang bekerja sama dengan Maternal Disaster. Americat juga mendesain dan mencetak kaos untuk gig Popsicel “Pearly-dewdrops’ Drops”, sebuah tribute gig untuk band-band shoegaze.
Ada juga Spektakel Klab yang berkolaborasi dengan Pasar Tengah Kota, sebuah gelaran eksibisi bisnis UMKM lokal Palembang yang diadakan di satu minggu terakhir bulan puasa sampai malam takbiran. Setelah melalui kurasi, band-band hardcore punk pun tampil di malam terakhir acara ini.
Kolaborasi yang cukup besar terjadi di bulan November untuk membuat sebuah solidarity gig untuk Palestina bernama “From the River to the Sea, Palestine Must Be Free”. Youth Generator, Spektakel Klab, Mataram Collabs, Painting Everythink, Popsicel, Tigo Sengah, dan Rumah Sintas bahu membahu menyusun dan mengorganisir acara amal ini. Melibatkan belasan penampil mulai dari band, musisi solo, teater, puisi, cerpen, ada juga lapak solidaritas, live painting dan lelang karya dari teman-teman yang ikut berkontribusi. Benefit dari acara ini dan ditambah dari gig “Cobra Hardcore Commando Zone”-nya Critical Issues didonasikan untuk Rumah Sakit Indonesia di Gaza – Palestine melalui MER-C. Baca artikelnya di sini.
Beberapa giat lokal tahunan yang melibatkan kolaborasi beberapa pihak seperti Festival Bulan Juni dan juga Palembang Zine Fest jadi salah dua hal yang saya tunggu lagi di tahun ini. Tahun lalu Festival Bulan Juni menampilkan David Hersya yang tampil solo dan bermusik lagi setelah kurang lebih 10 tahun vakum pasca bubarnya Semakbelukar. Untuk Palembang Zine Fest semoga menjadi pemantik penulis-penulis muda untuk berani menerbitkan zine-nya.
Munculnya media-media baru di Palembang juga jadi penyegaran akan informasi dengan tema yang lebih mewakili kalangan muda. Ada dua yang cukup cutting edge yaitu CL-UE Media dan South Media. Jikalau CL-UE Media berbasis artikel web, South Media berbasis audio visual melalui kanal YouTube. Kehadiran dua media ini menjadi sumber info baru seputar Palembang untuk kalangan anak muda hingga dewasa muda.
Singkatnya, kancah musik dan ekosistemnya di Palembang sedang tumbuh secara organik ke arah yang baik. Jika melihat beberapa tahun ke belakang, permasalahan klasik mulai dari krisis tempat dan perusuh gig juga menjadi sorotan. Memang dibutuhkan kesadaran bersama dan solusi yang nyata untuk mengatasi masalah-masalah ini. Beruntungnya berbarengan dengan tumbuhnya industri kedai kopi, beberapa di antaranya bisa diajak bergabung. Kita dapat tempat, mereka dapat pemasukan. Sebuah win win solution yang menyenangkan. Dan untuk perusuh gig, memang harus diselesaikan di tempat, tarik keluar, edukasi, atau bila perlu masukkan ke dalam daftar hitam.
Tidak. Palembang tentu tidak akan menjadi Jakarta atau Bandung atau kota lainnya. Palembang akan tetap menjadi Palembang. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan untuk menjaga, memperbaiki dan mengembangkan itu semua, ambil peranmu sekarang.
Baca versi cetak dari artikel ini di Unbaptised Zine #4. Pesan zine mereka melalui instagram: @Unbaptised.Zine atau melalui email di unbaptisedzine13@gmail.com.
Suka artikel ini? Kirimkan Gopay-mu untuk penulis!